10/05/11

Hikmah Pagi Gus Nuril senin 9 mei 2011


Saudaraku yang dirahmati Allah, salah seorang rajanya Wali Allah, Abu Hasan asy-Syadali –pernah berkata : ”Bahwa rasa lapang dan sempit itu senantiasa silih berganti ada dalam perasaan seorang hamba, bagaikan silih bergantinya siang dan malam”. Maka disaat datang ujian dari Allah berupa kelapangan , seorang hamba mesti menjaga diri dari semua hal yang melampaui batas, terutama lisanya. Karena, dalam kondisi gembira, lisan sering menjadi sombong dan asal bicara. (GN & Ponpes Abdurahman Wahid Sokotunggal).

10/10/10

Gus Miftah Menyusul Gus Dur Wafat, Para Pluralis Kebangsaan itu Telah Pergi……


Menjelang Jam 01 dini hari, Minggu 10 Oktober 2010, jenazah Gus Miftah diberangkatkan ke Bonang -Demak Jawatengah untuk dimakamkan. Sebelumnya, siang harinya Sabtu 9/10,sekitar jam 14.30, mantan Ketua  Harian KPU 1999 itu menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Pusat Pertamina- RSPP Jakarta.

Saat jenazah Ketua Umum Front Persatuan Nasional- FPN itu  masih disemayamkan di rumah duka, Simpang Permata Hijau AA/3 Jakarta Selatan, sejumlah tokoh Nasional nampak melayat bersama puluhan santri dan keluarga dekat.

Ir.H.Akbar Tanjung- mantan Mensesneg dan Dr. Anak Agung Gde Agung- mantan Menteri Sosial , nampak lama berbincang dengan Kukuh- Ketua Lasatgassus  FPN, sesaat setelah berdoa disisi peti jenazah Politikus yang Juga Kyai Haji – Pimpinan Jamaah Tauhid Wahdatul Ummah- Gus Miftah itu.

Dengan upacara keluarga sederhana , jenazah Pencetus Dialog Kebangsaan di Manggala Wanabakti- Jakarta itu, dilepas  tanpa hingar bingar formalitas ritual resmi berbau kenegaraan. Ketika sejumlah Politikus berencana mengexspose wafatnya mantan Ketua Umum PPP itu, fihak keluarga justru memilih mengemasnya dengan ritual keluarga sederhana.(kk/hn/hw)

04/10/10

Kak Seto dan Putri GusDur Obati Trauma di Kampung Ahmadiyah


Ditengah kerumunan Anak-anak Ahmadi korban penyerangan sekelompok masa terhadap kampung Ahmadiyah, Kak Seto dan Inayah Wahid-Putri  GusDur berbagi keceriaan.

Jumat dini hari awal Oktober 2010, sekelompok masa tiba tiba mendatangi perkampungan warga Ahmadiyah didesa Cisalada Ciampea Bogor Jawabarat. Mereka semena-mena  melakukan tindak anarkis tanpa ada perlawanan . Mereka mengobrak abrik kampung, dengan membakar satu masjid, satu unit mobil, dan motor, serta empat rumah warga setempat. 

Serangan mendadak ini terpaksa membuat penghuni pemukiman Ahmadiyah ini melarikan diri. Mengetahui kejadian ini 250 personil dari DALMAS, Polsek, Brimob, gabungan dibantu sejumlah anggota TNI langsung diterjunkan ke lokasi untuk melakukan pengamanan.
Untuk menghindari amuk masa petugas kepolisian mengevakuasi dan melokalisir warga Ahmadiyah ketempat aman. Dari dasar penyelidikan sementara polisi menyimpulkan, aksi anarkis ini dilakukan warga kampung Salasa dan warga  sekitar. 

Kemarahan warga ini dipicu adanya isu dua warga kampung kebon kopi yang mengalami luka-luka lantaran perbuatan seorang warga Ahmadiyah Cisalada. Isu yang belum jelas ini terlanjur melahirkan tindak kekerasan sekelompok warga di Bogor. Namun hal itu tak membuat warga Ahmadiyah di Kuningan resah. Aktivitas warga Ahmadiyah di desa Manislor Kuningan Jawabarat tetap berjalan normal. Meski begitu petugas keamanan setempat tetap menyiagakan belasan personilnya. Mereka berjaga jaga dipintu masuk desa Manislor. Dari Bogor dan Kuningan tim liputan SokoTunggalNews melaporkan- Minggu pagi 3 Oktober 2010.

26/09/10

Gus Nuril dan Agama Surga

Agama dari Tuhan itu bukan Kristen, Islam, Hindu dsb. Agama Tuhan itu namanya “Surga”!
 Catatan “stigmen” Gus Nuril ini disampaikan saat memberikan sambutan pada Rakorwil Partai Damai Sejahtera –PDS Jateng , jelang Pemilu 2009 yang lalu.

 Tausiah dihadapan para pendukung Partai Kristen , yang telah berubah menjadi Partai terbuka bagi semua Agama itu, terekam dalam video dengan kapasitas lebih 2000Megabit. 

Dalam Web  Blog SokoTunggalNews, video "Agama Surga" itu sudah bisa diakses dalam format 3GP, dan dikecilkan oleh Redaksi - menjadi hanya sekitar 2Megabit saja. 

Para pengunjung SokoTunggalNews bisa MendownloadGRATIS, dan menyimpannya di HP masing-masing , karena format filmnya memang cocok dengan fitur berbagai tipe HP.

15/09/10

Patung Budha Gus Dur: Resiko Pluralisme, Kiyai Disamakan dengan Budha


MAGELANG (voa-islam.com) Kontroversi Gus Dur Bapak Pluralisme Indonesia masih berlanjut, meski Gus Dur sudah berpulang 40 hari yang lalu. Beberapa  seniman asal Jawa Tengah menyambut gelar Gus Dur Bapak Pluralisme yang disematkan oleh Presiden SBY di Pesantren Tebuireng, Jombang, Kamis (31/12/2009), dengan memahat patung Budha berkepala Gus Dur.

Ide mem’budha’kan  Gus Dur dalam bentuk patung itu bermula dari keinginan para seniman pahat untuk menghormati dan mengenang mendiang Gus Dur sebagai pejuang pluralisme Indonesia. Dari ide itulah, Cipto Purnomo, aktivis Komunitas Seniman Borobudur Indonesia membuat patung Budha berkepala Gus Dur yang  diberi tema “Sinar Hati Gus Dur.”

Spontan, patung Gus Dur Budha itu menuai protes dari Dewan Pengurus Pusat Pemuda Theravada Indonesia (DPP PATRIA). Mereka tersinggung karena menganggap patung itu menyerupai Buddha.

"Kami akan mengajukan keberatan kepada seniman Bapak Cipto Purnomo yang telah menghasilkan karya seni ini. Yang mungkin karena ketidaktahuannya, telah merendahkan figur dari Guru Agung kami dan juga Guru Agung Dunia," kata Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Pemuda Theravada Indonesia (DPP PATRIA) Tanagus Dharmawan siaran persnya di Jakarta,  Senin (8/1/2010).

Menurut Tanagus, umat Buddha sangat menjunjung tinggi figur Budha. DPP PATRIA juga yakin keluarga mendiang Gus Dur juga berkeberatan.

"Kami pun yakin, keluarga dan para pendukung Bapak KH Abdurrahman Wahid akan berkeberatan akan hal ini, yang sangat terkesan merendahkan figur atau simbol agama Buddha," lanjut Tanagus.
Pematung Gus Dur: Saya Tak Berniat Lecehkan Buddha

Meski patung Gus Dur yang menyerupai Buddha diprotes oleh umat Buddha, namun sang pematung, Cipto Purnomo, mengaku tidak berniat melecehkan Buddha.

"Saya saat menciptakan patung itu melihat bahwa patung itu adalah bentuk simbolis. Bukan maksud dan tujuan saya untuk melecehkan agama tertentu," tegas Cipto di rumahnya, di Desa Blangkunan, Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Senin (8/2/2010).

Cipto berkilah bahwa apa yang dilakukannya bukanlah pelecehan kepada Budha, tapi justru bentuk pujian kepada Budha, karena dia melihat adanya nilai-nilai kebaikan yang sama-sama muncul dari Buddha dan sosok Gus Dur.

"Gus Dur seperti kita ketahui, dengan umat lain tidak memusuhi, malah terjalin hubungan yang baik. Apalagi di negara kita banyak agama dan kepercayaan yang bisa diterima," tegas Cipto.

Kekaguman Cipto terhadap Budha memang tak perlu diragukan lagi. Tahun 2009 lalu, Cipto adalah meraih rekor MURI sebagai pembuat patung Buddha terkecil di Indonesia berukuran 8x4x5 mm dari emas.

Cipto menceritakan, awal mula membuat patung ini adalah ajakan dari pemilik Studio Mendhut, Sutanto, dalam rangka memperingati 40 hari wafatnya Gus Dur. "Seminggu sebelum acara dilangsungkan di Studio Mendut, saya dihubungi Pak Tanto untuk membuat patung," tegas guru SMP Muhammadiyah 1 ini.

Setelah memperoleh ide dan imajinasi, dia memilih sosok Buddha. Menurutnya, karya seni tercipta secara subjektif dari seniman itu berdasarkan imajinasi dan hasil pengamatan di lingkungannya.

"Saya dekat dan dibesarkan di lingkungan Candi Borobudur. Siapa yang tidak kenal dan tidak mengaguminya," tegas Cipto.

Keluarga dan pendukung Gus Dur tak keberatan Gus Dur di”Budha”kan

Meski patung Gus Dur Budha itu kontroversial, namun keluarga Gus Dur sama sekali tidak keberatan dan bisa memakluminya sebagai bentuk ekspresi seni.

"Kita tangkap itu sebagai bentuk kecintaan seniman kepada Gus Dur," kata menantu Gus Dur, Dhohir Farisi, Senin (8/2/2010).

Memang diakui Dhohir, tidak ada dari panitia atau seniman yang bersangkutan meminta izin mau membuat patung tersebut. Namun keluarga tidak mempermasalahkan.

"Tidak ada keberatan apa pun. Ya sudahlah, itu ekspresi seni," kata Dhohir.

Suami Yenny Wahid ini menambahkan sudah diinformasikan oleh para seniman, mereka akan kembali mengadakan kegiatan serupa di Magelang untuk memperingati 100 hari wafatnya Gus Dur. Menurutnya, publik masih belum banyak tahu kalau Gus Dur juga dekat dengan komunitas seni.

"Selain sebagai kyai dan mantan presiden, beliau juga pernah menjadi Ketua Dewan Kesenian Jakarta," kata Dhohir.

Bagaimana tanggapan Yenny Wahid soal patung Gus Dur itu? "Yenny juga sudah lihat gambarnya. Kita ketawa saja, ada patung Gus Dur pakai peci putih dll. Inilah ekspresi seni," pungkasnya.
...Meski meyakini bahwa Gus Dur adalah Wali Allah, namun Nuril tidak mempermasalahkan jika ada seniman yang ingin membuat patung Gus Dur dalam bentuk apapun...
Dukungan patung Gus Dur berbadan Budha juga disampaikan oleh Gus Nuril, mantan komandan pasukan berani mati untuk Gus Dus. Meski meyakini bahwa Gus Dur adalah Wali Allah, namun Nuril tidak mempermasalahkan jika ada seniman yang ingin membuat patung Gus Dur dalam bentuk apapun, namun Nuril tidak mempermasalahkan jika ada seniman yang ingin membuat patung Gus Dur dalam bentuk apapun.

"Mau dipatungkan dalam bentuk apapun silakan, itu hak mereka," tambahnya.

Resiko tokoh Islam berpaham Pluralisme

Menengahi kontroversi patung Gus Dur Budha tersebut, Abdurrahman Yusuf Chodori mengatakan, berbagai cara telah dilakukan masyarakat untuk tetap menghidupkan nilai-nilai yang diajarkan Gus Dur. Antara lain pluralisme, humanisme dan kebangsaan.

"Melalui para seniman, mencoba menuangkan ide kreatif tersebut melalui seni rupa dan patung," kata Yusuf.

Yusuf menjelaskan bahwa para seniman sama sekali tidak bermaksud melecehkan Budha, tapi hanya mengabadikan pluralisme Gus Dur dalam bentuk patung.

"Sebetulnya niatan dari teman-teman seniman Magelang itu untuk menggambarkan tentang betapa sangat pluralisnya Gus Dur tanpa maksud lebih dari itu," kata Gus Yusuf di Solo, Senin malam (8/22010).

"Waktu itu saya dimintai komentar dan saya pun menjawab Gus Dur tidak hanya milik orang Islam dan jika dilihat dari ekspresi seni itu wajar dan sah-sah saja," lanjut dia.
...Apakah atas nama pluralisme dan seni, apakah orang diperbolehkan membuat patung badan Hanoman berkepala Gus Dur, padahal dalam pewayangan Hanoman berwujud kera putih...
Meski para pemahat patung itu tidak menjelaskan secara detil tentang paham pluralisme, tapi dari ekspresi patung Budha Gus Dur itu dapat ditangkap bahwa pluralisme menurut mereka adalah menyatukan (baca: mengoplos) paham suatu agama dengan agama lainnya. Makanya mereka patungkan KH Abdurrahman Wahid dalam bentuk sinkretisme antara kepala Gus Dur (Islam) dengan badan Budha (non Islam). Ini bisa diterjemahkan bahwa pluralisme menurut mereka adalah sinkretisme (penyampuradukan) antara Islam dan Budha, sehingga Gus Dur –yang ditokohkan sebagai ulama Nahdiyin– itu berkaki, bertangan, berbadan dan berhati nurani Budha tapi berotak Islam.

Atas nama pluralisme dan ekspresi seni yang menganggap Gus Dur sebagai milik semua agama, maka divisualisasikan dalam bentuk patung Budha berkepala Gus Dur.
Lantas bagaimana jika para penggemar pewayangan yang mengidolakan pluralisme Gus Dur mengekspresikannya sebagai pahlawan kaum tertindas seperti tokoh Hanoman? Apakah atas nama pluralisme dan seni, mereka juga diperbolehkan membuat patung badan Hanoman berkepala Gus Dur, padahal dalam pewayangan Hanoman berwujud kera putih? [http://www.voa-islam.com/news /taz, dari berbagai sumber]

Gerakan Peduli Pluralisme Gelar Renungan 70 Tahun Gus Dur


TEMPO Interaktif, Jakarta - Gerakan Peduli Pluralisme (GPP) menggelar renungan 70 tahun KH Abudrrahman Wahid atau Gus Dur, dengan topik "Merawat Pluralisme" hari ini, Rabu (4/8), bertempat di Persatuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI).

Gus Dur dipandang sebagai pahlawan kemanusiaan karena sepak terjangnya membela eksistensi pluralisme dan multikulturalisme dengan gayanya yang khas. Karena itu, GPP merasa perlu membuat renungan khusus bertepatan dengan ulang tahun Gus Dur yang ke 70 yang jatuh hari ini.

Hadir sebagai pembicara antara lain ulama Gus Nuril; cendekiawan muda muslim, Zuhairi Misrawi; dan penulis dan sutrdara film Gus Dur, Damien Dematra. Acara ini juga dihadiri oleh sejumlah organisasi masyarakat.

GPP menyesalkan maraknya kekerasan terhadap umat beragama yang marak terjadi. Berdasarkan survei terbaru yang dilakukan Setara Institute, serangan dan gangguan terhadap umat beragama sepanjang tahun ini sudah tercatat 28 kasus. Pelaku pelanggaran terbanyak adalah pemerintah daerah (12 kali), massa anonim (sepuluh kali), warga (lima kali), dan Front Pembela Islam maupun ormas-ormas Islam lainnya (empat kali).

"Kami juga menyesalkan kurangnya reaksi pemerintah pusat," kata Damien Denatra yang juga pelopor GPP. Padahal menurutnya, pelanggaran telah terjadi secara sistematis dan berulang-ulang dalam lima tahun terakhir.

Sementara itu, Gus Nuril mengatakan, "Kalau Nadhlatul Ulama (NU) tidak merawat pluralisme, pluralisme akan mati." Ia menambahkan, "Kembalikan saja pada rakyat, maunya apa?" ketika ditanya mengenai langkah yang seharusnya diambil pemerintah.

GPP sendiri merupakan gerakan yang dicanangkan setelah wafatnya Gus Dur untuk meneruskan perjuangannya mendukung eksistensi berbagai ras, suku, budaya, dan agama.

Sumber Berita: Tempointeraktif.com (Rabu, 4 Agustus 2010)

Gus Nuril: Pembuat Isu Gus Dur Dibunuh Tidak Pancasilais


Rabu, 06 Januari 2010, 10:31:54 WIB
Laporan: Taufik Damas
Jakarta, RMOL. Isu bahwa Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dibunuh yang disebarkan melalui SMS mengundang berbagai komentar orang yang dekat dengannya. Salah satunya adalah KH Nuril Arifin (Gus Nuril).

Kiai yang sering mendampingi Gus Dur di acara  Kongkow Bareng Gus Dur (KBGD) ini menganggap isu itu terlalu jahat dan ngawur. Baginya, motif apa pun yang ada di balik penyebaran SMS tersebut sungguh di luar akal sehat.

"Jika ada orang yang tidak suka pada Susilo Bambang Yudoyono (SBY), silakan saja melakukan gerakan untuk menggulingkan SBY; silakan melakukan revolusi. Jangan memancing para pencinta Gus Dur dengan isu yang justru menistakan orang mulia ini. Jika ada motif sebaliknya, mengharapkan simpati mengalir kepada SBY setelah isu itu tidak terbukti, tetap saja jahat. Itu tidak pantas dilakukan oleh seorang Pancasilais", begitulah jawaban Gus Nuril ketika Rakyat Merdeka Online menghubunginya.   

Menurut Gus Nuril, wafatnya Gus Dur tidak boleh dipolitisasi. "Gusti Allah bisa murka jika sesuatu yang alami dijadikan alat politik yang jahat," mantan Panglima Pasukan Berani Mati ini menegaskan.

Ketika ditanya soal konflik yang masih menyelimuti Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pasca wafatnya Gus Dur, Gus Nuril hanya meminta semua pihak segera berdamai. Semua pihak harus punya itikad baik. Jangan saling membuat klaim yang akan merusak PKB itu sendiri. "Toh, mereka hanya menikmati, tidak ikut nyangkul. Masak tinggal menikmati saja tidak bisa," kata Gus Nuril sambil tertawa kecil.
Sumber:http://www.rakyatmerdeka.co.id/news [fik]