Agama dari Tuhan itu bukan Kristen, Islam, Hindu dsb. Agama Tuhan itu namanya “Surga”!
Catatan “stigmen” Gus Nuril ini disampaikan saat memberikan sambutan pada Rakorwil Partai Damai Sejahtera –PDS Jateng , jelang Pemilu 2009 yang lalu.
Tausiah dihadapan para pendukung Partai Kristen , yang telah berubah menjadi Partai terbuka bagi semua Agama itu, terekam dalam video dengan kapasitas lebih 2000Megabit.
Dalam Web Blog SokoTunggalNews, video "Agama Surga" itu sudah bisa diakses dalam format 3GP, dan dikecilkan oleh Redaksi - menjadi hanya sekitar 2Megabit saja.
Para pengunjung SokoTunggalNews bisa MendownloadGRATIS, dan menyimpannya di HP masing-masing , karena format filmnya memang cocok dengan fitur berbagai tipe HP.
MAGELANG (voa-islam.com) – Kontroversi Gus Dur Bapak Pluralisme Indonesia masih berlanjut, meski Gus Dur sudah berpulang 40 hari yang lalu. Beberapa seniman asal Jawa Tengah menyambut gelar Gus Dur Bapak Pluralisme yang disematkan oleh Presiden SBY di Pesantren Tebuireng, Jombang, Kamis (31/12/2009), dengan memahat patung Budha berkepala Gus Dur.
Ide mem’budha’kan Gus Dur dalam bentuk patung itu bermula dari keinginan para seniman pahat untuk menghormati dan mengenang mendiang Gus Dur sebagai pejuang pluralisme Indonesia. Dari ide itulah, Cipto Purnomo, aktivis Komunitas Seniman Borobudur Indonesia membuat patung Budha berkepala Gus Dur yang diberi tema “Sinar Hati Gus Dur.”
Spontan, patung Gus Dur Budha itu menuai protes dari Dewan Pengurus Pusat Pemuda Theravada Indonesia (DPP PATRIA). Mereka tersinggung karena menganggap patung itu menyerupai Buddha.
"Kami akan mengajukan keberatan kepada seniman Bapak Cipto Purnomo yang telah menghasilkan karya seni ini. Yang mungkin karena ketidaktahuannya, telah merendahkan figur dari Guru Agung kami dan juga Guru Agung Dunia," kata Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Pemuda Theravada Indonesia (DPP PATRIA) Tanagus Dharmawan siaran persnya di Jakarta, Senin (8/1/2010).
Menurut Tanagus, umat Buddha sangat menjunjung tinggi figur Budha. DPP PATRIA juga yakin keluarga mendiang Gus Dur juga berkeberatan.
"Kami pun yakin, keluarga dan para pendukung Bapak KH Abdurrahman Wahid akan berkeberatan akan hal ini, yang sangat terkesan merendahkan figur atau simbol agama Buddha," lanjut Tanagus.
Pematung Gus Dur: Saya Tak Berniat Lecehkan Buddha
Meski patung Gus Dur yang menyerupai Buddha diprotes oleh umat Buddha, namun sang pematung, Cipto Purnomo, mengaku tidak berniat melecehkan Buddha.
"Saya saat menciptakan patung itu melihat bahwa patung itu adalah bentuk simbolis. Bukan maksud dan tujuan saya untuk melecehkan agama tertentu," tegas Cipto di rumahnya, di Desa Blangkunan, Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Senin (8/2/2010).
Cipto berkilah bahwa apa yang dilakukannya bukanlah pelecehan kepada Budha, tapi justru bentuk pujian kepada Budha, karena dia melihat adanya nilai-nilai kebaikan yang sama-sama muncul dari Buddha dan sosok Gus Dur.
"Gus Dur seperti kita ketahui, dengan umat lain tidak memusuhi, malah terjalin hubungan yang baik. Apalagi di negara kita banyak agama dan kepercayaan yang bisa diterima," tegas Cipto.
Kekaguman Cipto terhadap Budha memang tak perlu diragukan lagi. Tahun 2009 lalu, Cipto adalah meraih rekor MURI sebagai pembuat patung Buddha terkecil di Indonesia berukuran 8x4x5 mm dari emas.
Cipto menceritakan, awal mula membuat patung ini adalah ajakan dari pemilik Studio Mendhut, Sutanto, dalam rangka memperingati 40 hari wafatnya Gus Dur. "Seminggu sebelum acara dilangsungkan di Studio Mendut, saya dihubungi Pak Tanto untuk membuat patung," tegas guru SMP Muhammadiyah 1 ini.
Setelah memperoleh ide dan imajinasi, dia memilih sosok Buddha. Menurutnya, karya seni tercipta secara subjektif dari seniman itu berdasarkan imajinasi dan hasil pengamatan di lingkungannya.
"Saya dekat dan dibesarkan di lingkungan Candi Borobudur. Siapa yang tidak kenal dan tidak mengaguminya," tegas Cipto.
Keluarga dan pendukung Gus Dur tak keberatan Gus Dur di”Budha”kan
Meski patung Gus Dur Budha itu kontroversial, namun keluarga Gus Dur sama sekali tidak keberatan dan bisa memakluminya sebagai bentuk ekspresi seni.
"Kita tangkap itu sebagai bentuk kecintaan seniman kepada Gus Dur," kata menantu Gus Dur, Dhohir Farisi, Senin (8/2/2010).
Memang diakui Dhohir, tidak ada dari panitia atau seniman yang bersangkutan meminta izin mau membuat patung tersebut. Namun keluarga tidak mempermasalahkan.
"Tidak ada keberatan apa pun. Ya sudahlah, itu ekspresi seni," kata Dhohir.
Suami Yenny Wahid ini menambahkan sudah diinformasikan oleh para seniman, mereka akan kembali mengadakan kegiatan serupa di Magelang untuk memperingati 100 hari wafatnya Gus Dur. Menurutnya, publik masih belum banyak tahu kalau Gus Dur juga dekat dengan komunitas seni.
"Selain sebagai kyai dan mantan presiden, beliau juga pernah menjadi Ketua Dewan Kesenian Jakarta," kata Dhohir.
Bagaimana tanggapan Yenny Wahid soal patung Gus Dur itu? "Yenny juga sudah lihat gambarnya. Kita ketawa saja, ada patung Gus Dur pakai peci putih dll. Inilah ekspresi seni," pungkasnya.
...Meski meyakini bahwa Gus Dur adalah Wali Allah, namun Nuril tidak mempermasalahkan jika ada seniman yang ingin membuat patung Gus Dur dalam bentuk apapun...
Dukungan patung Gus Dur berbadan Budha juga disampaikan oleh Gus Nuril, mantan komandan pasukan berani mati untuk Gus Dus. Meski meyakini bahwa Gus Dur adalah Wali Allah, namun Nuril tidak mempermasalahkan jika ada seniman yang ingin membuat patung Gus Dur dalam bentuk apapun, namun Nuril tidak mempermasalahkan jika ada seniman yang ingin membuat patung Gus Dur dalam bentuk apapun.
"Mau dipatungkan dalam bentuk apapun silakan, itu hak mereka," tambahnya.
Resiko tokoh Islam berpaham Pluralisme
Menengahi kontroversi patung Gus Dur Budha tersebut, Abdurrahman Yusuf Chodori mengatakan, berbagai cara telah dilakukan masyarakat untuk tetap menghidupkan nilai-nilai yang diajarkan Gus Dur. Antara lain pluralisme, humanisme dan kebangsaan.
"Melalui para seniman, mencoba menuangkan ide kreatif tersebut melalui seni rupa dan patung," kata Yusuf.
Yusuf menjelaskan bahwa para seniman sama sekali tidak bermaksud melecehkan Budha, tapi hanya mengabadikan pluralisme Gus Dur dalam bentuk patung.
"Sebetulnya niatan dari teman-teman seniman Magelang itu untuk menggambarkan tentang betapa sangat pluralisnya Gus Dur tanpa maksud lebih dari itu," kata Gus Yusuf di Solo, Senin malam (8/22010).
"Waktu itu saya dimintai komentar dan saya pun menjawab Gus Dur tidak hanya milik orang Islam dan jika dilihat dari ekspresi seni itu wajar dan sah-sah saja," lanjut dia.
...Apakah atas nama pluralisme dan seni, apakah orang diperbolehkan membuat patung badan Hanoman berkepala Gus Dur, padahal dalam pewayangan Hanoman berwujud kera putih...
Meski para pemahat patung itu tidak menjelaskan secara detil tentang paham pluralisme, tapi dari ekspresi patung Budha Gus Dur itu dapat ditangkap bahwa pluralisme menurut mereka adalah menyatukan (baca: mengoplos) paham suatu agama dengan agama lainnya. Makanya mereka patungkan KH Abdurrahman Wahid dalam bentuk sinkretisme antara kepala Gus Dur (Islam) dengan badan Budha (non Islam). Ini bisa diterjemahkan bahwa pluralisme menurut mereka adalah sinkretisme (penyampuradukan) antara Islam dan Budha, sehingga Gus Dur –yang ditokohkan sebagai ulama Nahdiyin– itu berkaki, bertangan, berbadan dan berhati nurani Budha tapi berotak Islam.
Atas nama pluralisme dan ekspresi seni yang menganggap Gus Dur sebagai milik semua agama, maka divisualisasikan dalam bentuk patung Budha berkepala Gus Dur.
Lantas bagaimana jika para penggemar pewayangan yang mengidolakan pluralisme Gus Dur mengekspresikannya sebagai pahlawan kaum tertindas seperti tokoh Hanoman? Apakah atas nama pluralisme dan seni, mereka juga diperbolehkan membuat patung badan Hanoman berkepala Gus Dur, padahal dalam pewayangan Hanoman berwujud kera putih? [http://www.voa-islam.com/news /taz, dari berbagai sumber]
TEMPO Interaktif, Jakarta - Gerakan Peduli Pluralisme (GPP) menggelar renungan 70 tahun KH Abudrrahman Wahid atau Gus Dur, dengan topik "Merawat Pluralisme" hari ini, Rabu (4/8), bertempat di Persatuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI).
Gus Dur dipandang sebagai pahlawan kemanusiaan karena sepak terjangnya membela eksistensi pluralisme dan multikulturalisme dengan gayanya yang khas. Karena itu, GPP merasa perlu membuat renungan khusus bertepatan dengan ulang tahun Gus Dur yang ke 70 yang jatuh hari ini.
Hadir sebagai pembicara antara lain ulama Gus Nuril; cendekiawan muda muslim, Zuhairi Misrawi; dan penulis dan sutrdara film Gus Dur, Damien Dematra. Acara ini juga dihadiri oleh sejumlah organisasi masyarakat.
GPP menyesalkan maraknya kekerasan terhadap umat beragama yang marak terjadi. Berdasarkan survei terbaru yang dilakukan Setara Institute, serangan dan gangguan terhadap umat beragama sepanjang tahun ini sudah tercatat 28 kasus. Pelaku pelanggaran terbanyak adalah pemerintah daerah (12 kali), massa anonim (sepuluh kali), warga (lima kali), dan Front Pembela Islam maupun ormas-ormas Islam lainnya (empat kali).
"Kami juga menyesalkan kurangnya reaksi pemerintah pusat," kata Damien Denatra yang juga pelopor GPP. Padahal menurutnya, pelanggaran telah terjadi secara sistematis dan berulang-ulang dalam lima tahun terakhir.
Sementara itu, Gus Nuril mengatakan, "Kalau Nadhlatul Ulama (NU) tidak merawat pluralisme, pluralisme akan mati." Ia menambahkan, "Kembalikan saja pada rakyat, maunya apa?" ketika ditanya mengenai langkah yang seharusnya diambil pemerintah.
GPP sendiri merupakan gerakan yang dicanangkan setelah wafatnya Gus Dur untuk meneruskan perjuangannya mendukung eksistensi berbagai ras, suku, budaya, dan agama.
Jakarta, RMOL. Isu bahwa Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dibunuh yang disebarkan melalui SMS mengundang berbagai komentar orang yang dekat dengannya. Salah satunya adalah KH Nuril Arifin (Gus Nuril).
Kiai yang sering mendampingi Gus Dur di acara Kongkow Bareng Gus Dur (KBGD) ini menganggap isu itu terlalu jahat dan ngawur. Baginya, motif apa pun yang ada di balik penyebaran SMS tersebut sungguh di luar akal sehat.
"Jika ada orang yang tidak suka pada Susilo Bambang Yudoyono (SBY), silakan saja melakukan gerakan untuk menggulingkan SBY; silakan melakukan revolusi. Jangan memancing para pencinta Gus Dur dengan isu yang justru menistakan orang mulia ini. Jika ada motif sebaliknya, mengharapkan simpati mengalir kepada SBY setelah isu itu tidak terbukti, tetap saja jahat. Itu tidak pantas dilakukan oleh seorang Pancasilais", begitulah jawaban Gus Nuril ketika Rakyat Merdeka Online menghubunginya.
Menurut Gus Nuril, wafatnya Gus Dur tidak boleh dipolitisasi. "Gusti Allah bisa murka jika sesuatu yang alami dijadikan alat politik yang jahat," mantan Panglima Pasukan Berani Mati ini menegaskan.
Ketika ditanya soal konflik yang masih menyelimuti Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pasca wafatnya Gus Dur, Gus Nuril hanya meminta semua pihak segera berdamai. Semua pihak harus punya itikad baik. Jangan saling membuat klaim yang akan merusak PKB itu sendiri. "Toh, mereka hanya menikmati, tidak ikut nyangkul. Masak tinggal menikmati saja tidak bisa," kata Gus Nuril sambil tertawa kecil. Sumber:http://www.rakyatmerdeka.co.id/news [fik]
gus nuril,
sewaktu saya menghadiri acara pernikahan puteri-nya kh mustofa-bisri
di-rembang,
saya banyak bertemu para ulama besar nu, diruangan akad nikah,
karena kebetulan ada gus dur, maka kesempatan itu saya pergunakan dong,
saya ngomong ke gus-dur, mengenai keprihatian saya melihat banyak ulama nu
terjun dibidang politik praktis, melalui partai politik yang berbeda-beda,
apa hal tersebut tidak mengurangi perhatian para kyai pada ummatnya,
jawab menjawab rupanya didengarkan oleh para kyai lainnya,
gus dur pun menjelaskan upayanya untuk "menjaring" kyai kampoeng,
sampai gus dur cerita tentang "resolusi jihad" para ulama besar, untuk
melawan penjajah belanda,
yang mau masuk lagi ke surabaya, sebelum november 45..
memang ternyata pks lebih jeli melihat sejarah nu yang besar itu,
seharusnya warga nu juga harus bisa melihat "linangan air-mata" eyang hasyim
asy'ari itu,
saat almarhum "melihat" kondisi para ulama dan ummat nahdliyin saat ini,
mungkin kalau almarhum bisa menyampaikan sesuatu,
tentu beliau akan berkata "enggak usah tawwassul padaku, sebelum kalian
bersatu"
salambambangsulistomoyang prihatin. suber:
JAKARTA - Pimpinan Ponpes Soko Tunggal Abdurahman Wahid, Gus Nuril Arifin memandang ibadah umroh yang hendak dilakukan oleh cawapres Boediono sebagai sesuatu tindakan yang telat.
Dia pun menyesalkan pernyataan capres SBY yang pernah melontarkan bahwa pasangannya, Boediono merupakan penganut muslim yang taat tidak sesuai dengan hakikinya, karena di beberapa kesempatan Boediono jarang melakukan ibadah ke tanah suci.
"Boediono itu lucu, Saya memandang terlambat kenapa tidak kemaren-kemaren saja dilaksanakan umroh, ini tentu melahirkan kecurigaan alias berprasangka buruk dan tentunya itu dosa. Jadi, Kalau dia orang Islam tentu cita-cita yang sederhana diutamakan ke Tanah Suci, daripada pergi ke luar negeri," ujarnya usai acara Kongkow Bareng Gus Dur, Jalan Utan Kayu, Jakarta, Sabtu (20/06/2009).
Cawapres Boediono, sambungnya, hanya mendahulukan pendongkrakan citra diri penampilan dengan tujuan dan maksud tertentu di antaranya memanfaatkan momentum di tengah masa kampanye Pilpres 2009.
"Tentu disayangkan, politik itu tidak bisa disatukan dengan agama dan tidak ada hubungannya, justru akan menimbulkan dosa bagi orang lain," ujar Gus Nuril.
Sebab, kata dia, akan menimbulkan prasangka buruk bagi rakyat, padahal sesungguhnya ajakan umroh itu untuk membangun hubungan pribadi dengan khalik bukan sebagai nuansa politik umroh. (ram)
Ketika Gus Dur, Presiden RI ke 4 mau dilengserkan, nama KH Dr.Nuril Arifin, yang akrab dipanggil Gus Nuril – merupakan salah satu Pembela terdepan , dengan memimpin sekitar 250ribu PASUKAN BERANI MATI yang siap mengamankan Istana Negara – Jakarta.
Hanya karena kebesaran hati Gus Dur, yang tidak mengijinkan Pasukan Gus Nuril bertindak anarki, maka tidak terjadi pertumpahan darah disekltar MONAS, saat akhirnya Gus Dur benar-benar lengser, dan langsung diterbangkan ke Amerika untuk berobat.
Gus Nuril tidak mendendam pada para Tokoh Nasional yang melengserkan Gus Dur, namun Media sempat mengekspose – seolah ada ketegangan antara Gus Nuril dan Amin Rais, salah satu Tokoh dibalik Lengsernya Gus Dur.
Hingga ketika Gus Nuril tetap menjalankan aktivitasnya –Memimpin Pondok Pesantren SOKO TUNGGAL, Amin Rais menyempatkan datang ke PONPES Multi Agama di Semarang Timur itu, untuk menunjukkan kepada masyarakat luas, bahwa diantara dua Tokoh kontroversial itu telah terjadi Rekonsiliasi.
Datang ke Komplek Pesantren Soko Tunggal memang mengasyikkan. Walaupun namanya Pondok Pesantren, ternyata Santrinya terdiri dari beberapa Macam Pemeluk Agama yang berbeda-beda. Ada Islam ,Budha, Kristen, Kong Hu Cu, Hindu, bahkan dari beberapa Aliran Kepercayaan juga banyak.
Para Santrinya juga datang dari berbagai Etnis, ada Jawa, Manado, Cina, Sunda, dan masih banyak yang lain. Tentu kondisi ini selaras dengan ajaran Gus Dur yang Pluralis itu, dan Gus Nuril adalah salah satu Aplikatornya, dalam mengejawantahkan Semangat Bhineka Tunggal Ika – Demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.